JAMPRIBADI

Kamis, 11 November 2010

Ekonomi Moral dan Nasional

PETANI TETAP MISKIN SAMPAI SEKARANG

PENDAHULUAN
Hari Petani sedunia ( International Day of Farmers Struggle) diperingati setiap tanggal 17 April, berawal dari peristiwa di Brasil, kota Eldorado dos Carajos, telah terjadi pembantaian terhadap petani yang sedang menuntut hak-haknya, aparat keamanan Brasil menghalau petani yang berdemontrasi yang mengakibatakan 19 orang tewas dan 60 luka berat. Tragedi ini dijadikan tongggak sejarah gerakan tani. Meskipun memeliki hari yang diperingati secara internasioanal tetapi terkadang petani sendiri tidak mengetahuinya.
Terlalu sering kata petani kita dengar, tetapi siapa sebenarnya mereka ? Secara umum ,petani didefinisikan sebagai orang yang bekerja disektor pertanian dan sebagaian besar hasilnya adalah berasal dari sector pertanian . Namun definisi ini memiliki bias . Dalam batasan statistic orang yang bekerja ndalam satu jam dalam seminggu dapat disebut petani. Selaian itu orang yang tinggal pedesaan dan secara psikologis menjadi petani juga disebut petani. Kalau kita membicarakan tentang petani pasti akan terjadi perdebatan yang panjang. Dalam bahasa Inggris kita lihat kata “peasant” dan “farmer”. Secara mudahnya “peasant” adalah gambaran dari petani yang subsisten sedangkan “ farmer “ adalah petani modern yang bertani dengan menerapkan tehnologi modern serta memiliki jiwa bisnis (agrobisni) . Jemes Scoottt menyatakan bahwa moral ekonomi petani di dasarkan atas norma subsistensi dan norma esiprositas. Di mana ketika seorang petani mengalami suatu keadaan yang menurut mereka (petani-red) dapat merugikan kelangsungan hidupnya, maka mereka akan menjual dan menggadai harta benda mereka.
Hal ini disebabkan oleh norma subsistensi. Sedangkan resiprositas akan timbul apabila ada sebagian dari anggota masyarakat menghendaki adanya bantuan dari anggota masyarakat yang lain. Hal ini akan menyebabkan berbagai etika dan perilaku dari para petani. James C. Scott menambahkan bahwa para petani adalah manusia yang terikat sangat statis daktivitas ekonominya. Mereka (petani-red) dalam aktivitasnya sangat tergantung pada norma-norma yang ada, mendahulukan selamat dan tidak mau menngambil resiko. Aktifitas mereka hanya semata mata mencukupi kebutuhan konsumsi (…earn very litte from his farming actifis ) James Scott petani subsisten inilah yang dinamakan ekonomi moral petani. Mereka merasa tidak memiliki kemampuan untuk melakukan yang tidak biasa meraka lakukan. Pendekatan ekonomi-moral menunjuk “desa” dan “ikatan patron-klien” sebagai dua institusi kunci yang berperan dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan anggota komunitas. Fungsi operasional desa adalah menjamin suatu ‘pendapatan minimum’, dan meratakan kesempatan serta resiko hidup warganya dengan jalan memaksimumkan keamanan dan meminimalkan resiko warganya. Dalam fungsinya itu desa merapkan aturan dan prosedur bagi terciptanya sebuah kondisi di mana warga desa yang miskin (siapa medapatkan apa) akan tetap memperoleh jaminan pemenuhan kebutuhan subsisten minimum dengan cara menciptakan mekanisme kedermawanan dan bantuan dari warga desa yang kaya (siapa memberi apa).
Desa akan memberikan jaminan kebutuhan subsisten minimum kepada seluruh warga desa sejauh sumber-sumber kehidupan yang dimiliki desa memungkinkan untuk itu Institusi yang menjadi pasangan desa adalah ikatan patron-klien. Insitusi ini tercipta dalam kondisi sosial-ekonomi yang timpang: ada sebagian orang yang menguasai sumber-sumber kehidupan, sementara yang lainnya tidak. Ikatan patron-klien bersifat rangkap (dyadic), yang meliputi hubungan timbal-balik antara dua orang yang dijalin secara khusus (pribadi) atas dasar saling menguntungkan, serta saling memberi dan menerima . Dalam ikatan ini pihak patron memiliki kewajiban untuk (memberi perhatian kepada kliennya layaknya seorang bapak kepada anaknya.
Dia juga harus tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan kliennya. Sebaliknya, pihak klien memiliki kewajiban untuk menunjukkan perhatian dan kesetiaan kepada patronnya layaknya seorang anak kepada bapaknya. Langgeng tidaknya sebuah ikatan patron-klien bergantung pada keselarasan antara patron dan kliennya dalam menjalankan hak dan kewajiban yang melekat pada masih-masing pihak dengan terjalinnya hubungan yang saling menguntungkanDesa dan ikatan patron-klien ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Desa berperan dalam mengatur distribusi sumber-sumber kehidupan yang tersedia di dalam desa untuk menjamin tersediannya sumber-sumber kehidupan yang dibutuhkan warganya, semantara ikatan patron-klien menjadi institusi yang memungkinkan terjadinya distribusi kekayaan – sumber-sumber kehidupan di dalam desa – dari si kaya kepada si miskin melalui praktik-praktik ekonomi dan pertukaran-pertukaran sosial di antara warga desa. Jaminan yang diberikan desa dan ikatan patron-klien tertuju pada pemenuhan kebutuhan subsisten warga desa.Secara agak kasar, Scott (1983:4) menggambarkan perilaku subsisten sebagai usaha untuk menghasilkan beras yang cukup untuk kebutuhan makan sekeluarga, membeli beberapa barang kebutuhan seperti garam dan kain, dan untuk memenuhi tagihan-tagihan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dari pihak-pihak luar. Intinya, perilaku ekonomi subsisten adalah perilaku ekonomi yang hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup paling minimal.
Perilaku seperti itu tidak lahir dengan sendirinya atau sudah demikian adanya (taken for granted), melainkan dibentuk oleh kondisi kehidupan –lingkungan alam dan sosial-budaya– yang menempatkan petani pada garis batas antara hidup dan mati – makan dan kelaparan.
Sebagai kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber agraria, petani sangat rentan terhadap gangguan yang berasal dari alam – bencana, ancaman hama, cuaca dan sebagainya. Sementara sebagai warga komunitas desa, petani memiliki kewajiban untuk memenuhi tuntutan yang datang dari kekuatan supradesa – pungutan pajak, upeti dan sebagainya. Kondisi yang sudah melingkupi kehidupan petani selama berabad-abad lamanya itu pada akhirnya membentuk pandangan hidup mereka tentang dunia dan lingkungan sosialnya.
Pandangan hidup inilah yang memberi arah kepada petani tentang bagaimana menyiasati –bukan mengubah– kondisi dan tekanan yang datang dari lingkungan alam dan sosialnya melalui prinsip dan cara hidup yang berorientasi pada keselamatan –prinsip mengutamakan selamat– dan menghindari setiap resiko yang dapat menghancurkan hidupnya
Kondisi yang membentuk karakter dan ciri khas petani pedesaan sebagaimana terurai di atas telah melahirkan apa yang oleh Scott (1983:3) dinamakan “etika subsistensi”, yakni kaidah tentang “benar dan salah”, yang membimbing petani dan warga komunitas desa mengatur dan mengelola sumber-sumber kehidupannya (agraria) dalam rangka memenuhi kebutuhan.-.
Selanjutnya, sebelum kita menjawab pertanyaan bagaimana pendekatan ekonomi-moral menjelaskan sebab-sebab/prasyarat munculnya perlawanan petani, terlebih dahulu perlu kami kemukakan dua hal menyangkut operasionalisasi pendekatan ini, paling tidak dalam studinya Scott (1983). Pertama, pendekatan ekonomi-moral menempatkan “etika subsistensi” sebagai pusat analisis dalam memperoleh kejelasan tentang sebab-sebab dan prasyarat bagi terjadinya perlawanan petani.
Dalam kondisi di mana sumber-sumber kehidupan – terutama tanah – yang tersedia di dalam desa semakin terbatas jumlahnya – karena tekanan jumlah penduduk dan proses modernisasi – apa yang diupayakan petani untuk memenuhi tuntutan pemerataan dan keadilan itu disebut sebagai gejala “shared poverty” (kemiskinan yang dibagi rata) . Pendekatan ekonomi-moral, gejala tersebut merupakan perwujudan kemampuan internal desa untuk menciptakan mekanisme pertahanan terhadap unsur-unsur luar yang akan merusak tatanan yang menjamin tetap terjaminnya kebutuhan subsisten petani
Terciptanya kemampuan internal desa untuk membagi rata sumber-sumber kehidupan yang ada di dalam desa di saat tekanan atasnya meningkat sangat bergantung pada bekerjanya institusi ikatan patron-klien. Artinya, harus ada jaminan bahwa hubungan “memberi dan menerima” di antara warga desa yang kaya dan miskin berjalan sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku di dalam komunitas desa; dan prinsip-prinsip moral, seperti ketulusan (fairness) dan keadilan (justice) harus senantiasa menjiwai setiap hubungan sosial di antara wargadesa.
Dalam kerangka ini, selain ikatan patron-klien berfungsi sebagai institusi yang memungkinkan terjadinya distribusi kekayaan di antara warga desa yang kaya dan miskin, juga memberi kontribusi bagi terciptanya tertib sosial di dalam desa. Argumentasinya, kelanggengan dan keberhasilan seorang patron dalam menjalankan peranannya bersandar kepada kualitas jaminan subsisten yang dia berikan kepada kliennya. Kehendak patron untuk memperoleh kemakmuran/kekayaan bersandar pada usahanya untuk mempertahankan keabsahannya (legitimasi) di mata kliennya, yakni dengan cara mempertahankan jaminan subsisten mereka atas kliennya. Selama patron berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral (etika subsistensi) yang mengatur praktik ekonomi dan pertukaran-pertukaran sosial di antara warga desa..
Mereka melihat aspek moral sangat mendominir kehidupan masyarakat petani. i tradisional di Indonesia tidak mempunyai rasionalitas ekonomi, rasional mereka lebih berdasarkan pada kepentingan sosial yang lebih dominan dan paling menonjol diantara sekian banyak kepentingan. Hal inilah yang menyebabkan kenapa kehidupan petani tidak begitu baik. Pembangunan pertanian dan pedesaan berjalan lambat karena pada dasarnya petani lebih konservatif.
Pandangan diatas baik itu Scoot, dibantah oleh Samuel Popkin , menurut Popkin petani tradisional melakukan tindakan ekonomi atas dasar prinsip yang rasional. Samuel Popkin melihat bahwa petani sesungguhnya adalah individu yang rasional, seperti orang lain ia juga inggin kaya. Dia yakni bila fasilitas yang selama ini dikelola oleh pemerintah dibuat lebih terbuka maka banyak petani yang akan dapat mengambil manfaat dari hal tersebut. Pandangan Popkin tersebut senada dengan pandangan ahli sosiologi interpretatif tentang manusia, manusia adalah makhluk yang berpikir, aktor yang kreatif dari realitas sosial, realitas petani sekarang terjadi karena adanya interpretasi dari stimulus lingkungan yang dihadapinya.
Kalau kita renungkan bahwa pandangan Popkin tersebut ada juga benarnya, kadang kalau kita tak habis pikir begitu banyak sekat-sekat yang membatasi para petani tersebut untuk maju.. Namun menurut Popkin dimana faktor eksternal yang lebih menonjol dalam memahami kenapa petani selalu hidupnya dirundung malang. Popkin melihat bahwa fasilitas yang selama ini dikelola oleh pemerintah dibuat lebih terbuka maka banyak petani yang akan dapat mengambil manfaat dari hal tersebut. Perdebatan antara kubu Scoot dan kawan-kawan dan Popkin akan tidak berkesudahan bila kita hanya sekedar memahami petani dalam ruang lingkup tersebut. Namun perlu yang namanya aksi nyata untuk membuat mereka sejahtera. Penghayatan terhadap kedua prinsip tersebut dapat kita jadikan pijakan kebijaksanaan dalam membangun masyarakat yang hidup dipedesaan terutama para petani.


PETANI INDONESIA

Banyak sekali definisi yang diciptakan tentang kemiskinan, apapun bentuk definisi , kemiskinan adalah suatu keadaan yang sangat tidak menyenangkan,dimana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya,yaitu pangan,sandang , kesehatan dan pendidikan , atau keadaan dimana seseorang , tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai tarap kehidupan kelompoknya, dan tak mampu memanfaatkan tenaga,mental dan pikirannya. Orang jadi miskin karena mereka tidak bisa melakukan sesatu, bukan karena tidak memiliki sesatu .Hierarki kebutuhan manusia ada 3 yaitu (1) kebutuhan survival berupa makana, gizi. Kesehatan, air bersih, sanitasi dan pakaian (2) kebutuhan security berupa rumah,kedamaian adanya sumber pendapatan dan pekerjaan (3) kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan dasar ,partisipasi,perawatan kekuarga dan psikososial. ,jika diantaranya tak dapat terpenuhi sudah dapat kita katagorikan miskin.
Orang miskin bukan pemalas, orang miskin bukan pengemis. Seringkali kemiskinan sebagai gejala sosial diidentikan sebagai akibat “sikap malas” dari masyarakat itu sendiri. Padahal, jika kita telusuri lebih jauh dan mencari akar persoalan kemiskinan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita sesungguhnya tidak terlepas dari peran dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Secara lebih rinci lagi, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan kehidupan bernegara dan bermasyarakat berupa bentuk atau model pembangunan yang diterapkan yang tentunya untuk kesejahteraan rakyatnya. Indonesia sebagai bagian dari identifikasi negara yang sementara berkembang, sepanjang sejarahnya seringkali mengalami kesalahan dalam menentukan kebijakan pembangunan. Kesalahan yang terjadi ini tentunya berdampak terhadap kondisi masyarakat Indonesia khususnya di pedesaan.
Bahkan dimusim panen tibapun petani tetap menjerit, harga jual panen tidak seimbang lagi dengan biaya produksi. Didalampelaksanaan kebijakan tersebut, sehari-harinya pelaku yang ditugasi oleh pemerintahadalah sebuah badan yang disebut BULOG (tingkat pusat) dan dibantu oleh DOLOG(tingkat provinsi) serta sub DOLOG (tingkat kabupaten/kota). Badan ini ditugasi untukmenampung semua hasil pertanian (gabah) yang bekerja sama dengan KUD dimasingmasingwilayah diseluruh Indonesia. Dengandemikian diharapkan agar petani tidakkesulitan untuk menjual hasil panennya, serta harga dijamin tidak akan mengalamiperubahan yang dapat menyebabkan kerugian bagi petani. Selain itu pula diharapkanpetani tidak mengalami over produksi dalam arti sulit untuk menjual karena barang dipasaran berlebihan. Namunkenyataannya tidak demikian adanya, sebab petani sering menjadi obyek permainan oleh orang-orang yang pandai cari keutungan untu kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Misalnya, petani sering mengeluh tentang biaya tanam yang begitu tinggi (pupuk dan obat-obatan), karena petani sudahterkondisikan untuk menggunakan pupuk dan obat-obatan meskipun harganya tinggi tetap harus membeli juga agar masa panen tidak gagal. Namun kronisnya begitu panen dan disetor ke dolog melalui KUD ternyata hasilnya yang diterima oleh petani adalah rugi. Karena perbandingan antara biaya yang tinggi dengan penerimaan (harga sudahditetapkan oleh pemerintah) tidak seimbang dalam artian biaya lebih besar dari pada hasillpenjualan yang diterima. Pemerintah selalu terlambat menetapkan harga pokok gabah, harga selalu ditetapkan setelah panen raya selesai dengan alas untuk menjaga kwalitas gabah yang dihasilkan, ini sangat menyulitkan petani yang sangat terdesak dengan kebutuhan lain . Penderitaan petani kadang diperburuk lagi dengan adanya gagal panen dan pencana alam.
Pupuk yang yang menjadi kebutuhan pokok selalu langka saat dibutuhkan. Memang benar pemerintah sudah memberikan subsidi yang tidak sedikit pada harga pupuk, tetapi kenyataannya dilapangan permaianan bisnis para pemilik modal sama sekali tidak bisa dimengerti. Terbatasnya jumlah distributor juga penyebebab kelangkaan pupukPemerintah harus menyadari bahwa kelangkaan pupuk yang terjadi saat ini merupakan peristiwa rutin setiap tahunnya. Adanya monopoli dan permainan kotor dalam sistem distribusi memang tak bisa dihindarkan.Pemerintah kurang tegas dalam menata distribusi pupuk. Apalagi di era globalisasi perdagangan saat ini,sektorpertanian kita belum bisa berhadapan dengan sistem global.,Pemerintah mempunyai kewenangan penuh menentukan besarnya kebutuhan pupuk. Melalui perpanjangan tangannya yaitu Departemen Pertanian (Deptan) yang membuat peraturan soal pengadaan pupuk. Sebagai instansi yang paling mengetahui setiap luas tanah petani, Departemen Pertanian mestinya menghitung persediaan pupuk yang dibutuhkan para petani secara cermat., sehingga tidak ada alasan kekurangan pupuk didesa-desa. Kesuiitan mencari pupuk kita lihat antrian panjang petani untuk membeli pupuk yang jauh dari tempat tinggal dan masih harus membawa KTP dan harga yang juga sangat mahal.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kendala kelangkaan pupuk. Misalnya, dengan memperketat distribusi pupuk bersubsidi menyusul maraknya penyalahgunaan pupuk bersubsidi. Para pejabat harus melihat langsung ke lapangan untuk mengetahui apa penyebab kelangkaan itu.Kasus kelangkaan pupuk ini tidak bisa ditangani secara parsial namun komprehensif dari berbagai segi. Seperti menciptakan pola distribusi yang baru yaitu yang lebih bersifat otonom. Distribusi yang lebih profesional, adanya transparansi dan akuntabilitas dalam tata niaga pupuk.Pemerintah dituntut lebih tegas dalam mengawasi distribusi pupuk dari pabrik ke konsumen. Agar penyaluran subsidi pupuk untuk tahun 2009 senilai Rp 20 triliun dapat tepat sasaran karena distribusi pupuk bersubsidi rawan penyimpangan. Jangan biarkan ada pihak yang mengambil untung besar dari kesengsaraan petani
Benih padi yang seharusnya diberikan secara gratis pada petani, pada kenyataannya petani tatap dikenakan biaya ini dan itu, yang akhirnya tidak gratis lagi. Masalah yang selalu timbul saat musim panen adalah anjoknya harga, tetapi pemerintah selalu menyalahkan petani yang dianggap terlalu tergesa-gesa menjual hasil panen,sementara petani memang sangat membutuhakan uang untuk menutupi biaya produksi dan mencukupi bebutuhan hidup sehari-hari. Seharusnya pemerintah menetapakn harga sebelum penen raya tiba , bukan sesudah panen raya hampir habis , yang diuntungkan adalah tengkulak dan pemilik modal dapat membeli hasil panen petani dengan harga yang sangat murah.
Disamping peran pemerintah yang sangat besar dalam diri petani sendiri harus ditumbuhan jiwa wirausaha, pepatah lama yang mereka pegang: ono dino ,ono upo , (ada hari , ada rejeki seharusnya menjadikan semengat juang petani bukan justru membelenggunya.Kebiasa yang kuarang bermanfaat harus dapat dikurangi. Seperti mengelar hajatan besar-besar melebi kemampuan mereka.Berjudi dengan alasan membuang waktu luang juga harus ditinggalkan. Petani juga harus memiliki kesadaran pendidikan bagi keluarganya, karena tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir seseorang. Kebiasaan buruk petani untuk selalu membakar jerami setelah panen usai ,dengan alasan agar . tanah segara dapat ditanami kembali harus ditinggalkan, petani harus mampu mengurangi ketergantungan pupuk bersdubsidi dan mengunakan pupuk organik.
Untuk mengatasi kemiskinan yang terjadi pada petanisebenarnypemerintahlah yang mempunyai tanggung jawab terbesar disamping peran swasta dan didukung petani sendiri. Karena seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945, pasal 34,
Ayat 1 : Fakkir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Ayat 2 : Negara mengembangkan system jaminan social bagi seluruh
Rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
Mampu sesuai dengan martabat kemenusiaan
Ayat 3 : Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayaan
Kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Dalam UU No. 5 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional ( Propenas) ,ada 4 srategi penanggulangan kemiskinan, yaitu :
1) Penciptaan kesempatan (create opportunity) melaui pelibatan ekonomi makro, pembangunan dan peningkatan pelayanan umum
2) Penberdayaan masyarakat ( peopleempowerment) dengan meningkatkan sumber daya ekonomi dan politik.
3) Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui pendidikan dan perumahan.
4) Perlindugan social (social capacity) untuk penderita cacat, fakir miskin dan korban konflik social.
Penyuluh pertanian ditempatkan bukan saja di tingkat kecamatan tapi sudah sampai pelosok desa,dengan tujuan mengembangkan petani dan keluarganya secara bertahap agar memiliki kemampuan intelektual yang semakin meningkat ,pembendarahan informasi yang memadai,serta manpu pula memecahkan sesuatu yang baik untuk untuk diri sendiri dan keluarga( menolong petani untuk dapat menolong dirinya sendiri. Dan masih banyak lagi program pemerintah dalam ranngka mewujudkan visi pembangunan pertanian jangka panjang (2005 – 2025) untuk mewujudkan sisitem pertanianinsustrial berkelanjutan yang berdaya saing dan mampu menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan petani


















KESIMPULAN

Sebenarnya keinginan petani adalah sangat sederhana yaitu tersedianya pupuk dan obat-abatan yang murah dan jaminan kepastian harga dasar gabah yang berpihak pada petani, sehingga dari petani yang subsistensi (ekonomi moral petani James Scott) atau peasant dengan purut kenyang dan kesejahteraan tinggi akan mampu mendorong petani mengunakan akal ( ekonomi rasional Samuel Popkin) menjadi farmer yang sebenarnya . Bila kebutuhan dasar terpenuhi maka petani akan mampu berpikir dan berbuat lebih maju.























DAFTAR PUSTAKA

James C. Scott 1981, Moral ekonomi Petani,LP3ES
Syahyuti , 2006, 30 konsep penting Dalam Pembanguanan Pedesaan dan pertanian, PT Bina Rena Pariwara
Hari Poerwanto DR ,2008, Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropolog iPustaka Pelajar,
J. Thomas Lindbland , 1990 Sejarah Ekonomi Modern Indonesia Berbagai Tantangan Baru
Internet , Ekonomi Rasioanal Popkin, Diakses tal I Nop 2009

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus